Kalimantan Timur Hadapi Ancaman Krisis Fiskal 2026, DPRD Serukan Kemandirian Keuangan Daerah


Teks Foto: Ketua Panitia Khusus (Pansus) RPJMD DPRD Kaltim, Syarifatul Syadiah (Ist).


SAMARINDA – Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) tengah dihadapkan pada tantangan besar di sektor fiskal. Proyeksi kapasitas fiskal daerah untuk tahun 2026 menunjukkan penurunan signifikan, memicu keprihatinan serius dari kalangan legislatif. Total kemampuan keuangan Kaltim diperkirakan hanya mencapai Rp18,78 triliun—merosot tajam dibanding estimasi tahun 2025 yang berada di kisaran Rp20 hingga Rp21 triliun.


Merespons situasi tersebut, Ketua Panitia Khusus (Pansus) RPJMD DPRD Kaltim, Syarifatul Syadiah, menekankan pentingnya langkah strategis untuk mengurangi ketergantungan terhadap dana transfer pusat. Ia menyatakan bahwa penguatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah langkah fundamental menuju kemandirian fiskal yang berkelanjutan.


"Kita punya banyak potensi, tapi belum tergarap optimal. PAD harus dikelola secara menyeluruh, dari sektor BUMD, pajak, retribusi, hingga potensi sumber daya alam," ujar Syarifatul dalam pernyataannya usai Rapat Paripurna ke-18 DPRD Kaltim.


Menurutnya, sektor-sektor seperti pertambangan, perkebunan, dan industri kreatif lokal memiliki peluang besar untuk digarap sebagai sumber penerimaan baru. Namun, selama ini upaya strategis dalam pengembangan potensi lokal masih belum maksimal. “Kalau hanya bergantung pada dana pusat, kita rentan terhadap fluktuasi anggaran nasional,” tambahnya.


Syarifatul juga mendorong peran Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) sebagai instrumen penting dalam reformasi fiskal. Dengan tata kelola yang profesional dan orientasi bisnis yang kuat, BUMD diharapkan mampu menjadi tulang punggung ekonomi daerah.


“Jakarta dan Surabaya bisa mandiri karena mengelola potensinya sendiri. Kaltim juga bisa, asalkan berani mengambil langkah dan menerapkan strategi yang tepat,” tegasnya.


Saat ini, Pansus RPJMD tengah menyusun arah kebijakan fiskal dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2025–2029. Fokusnya tidak hanya pada pembenahan BUMD dan sistem perpajakan, tetapi juga menciptakan iklim investasi yang lebih kompetitif dan kondusif.


Syarifatul menegaskan, reformasi fiskal bukan lagi sekadar opsi, melainkan kebutuhan mendesak. "Kalau tidak dimulai sekarang, pembangunan jangka menengah akan tertahan karena krisis anggaran yang menghantui," tandasnya.


DPRD Kaltim berharap isu kemandirian fiskal dapat ditempatkan sebagai prioritas utama dalam RPJMD terbaru, demi menjamin keberlangsungan pembangunan yang berpihak pada kekuatan lokal dan kebutuhan riil masyarakat Kaltim. (Adv/di/le).

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama