Proyek Bendungan Usai, Warga Marangkayu Terendam, Ganti Rugi Tertahan


Teks foto : Suasana Anggota DPRD Kaltim, Baharuddin Demmu yang menemani warga melakukan rapat bersama DPRD Kutai Kartanegara (istimewa).

SAMARINDA, Prediksi.co.id - Satu dekade lebih berlalu, proyek Bendungan Marangkayu nyaris rampung. Tapi di balik kemajuan fisik itu, tersimpan kisah warga yang kehilangan rumah dan sawah, tanpa kepastian ganti rugi. Ironisnya, penyebabnya bukan semata soal anggaran, melainkan klaim sepihak perusahaan negara yang mengaku pemilik lahan meski Hak Guna Usahanya (HGU) sudah mati sejak 2020.


Anggota DPRD Kaltim Baharuddin Demmu mengungkap kegelisahan itu dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi I DPRD Kukar, Selasa (8/07/2025). Ia menyebut, puluhan keluarga kini hanya bisa melihat atap rumah mereka mengapung di bendungan. Untuk pergi ke kebun, warga harus menggunakan perahu.


“Air sudah naik. Rumah dan sawah sudah tenggelam. Tapi uang ganti rugi warga malah dititipkan ke pengadilan karena ada gugatan dari PTPN XIII. Ini bukan salah rakyat, tapi karena negara lemah menghadapi korporasi miliknya sendiri,” tegas Baharuddin.


PTPN XIII, anak usaha BUMN perkebunan, tiba-tiba mengklaim lahan bendungan sebagai miliknya. Padahal, menurut Baharuddin yang pernah menjabat sebagai kepala desa Sebuntal, lahan tersebut dikuasai warga sejak tahun 1960-an, dan tidak pernah ditanami karet seperti yang tertulis dalam dokumen HGU perusahaan.


“Selama saya jadi Kades, tidak pernah ada laporan aktivitas PTPN di situ. Tidak ada. Tapi tiba-tiba pada 2017 mereka muncul dan menggugat. Akibatnya, ganti rugi Rp39 miliar yang mestinya untuk warga, malah jadi perkara hukum,” katanya.


Warga kalah di pengadilan tingkat pertama dan banding. Kini nasib mereka bergantung pada kasasi. Namun Baharuddin menyebut, solusi seharusnya tak harus menunggu proses hukum berlarut, apalagi bila dasar klaim HGU sudah tidak berlaku.


“Kami minta Menteri BUMN turun tangan. Jangan biarkan warga dikorbankan demi status lahan yang bahkan tidak pernah dimanfaatkan. Ini bukan hanya soal dokumen, tapi soal rasa keadilan,” ujar politikus PAN itu.


Ia juga menyesalkan sikap PTPN yang tak pernah mengirimkan pimpinan dalam setiap mediasi, melainkan hanya perwakilan dari kantor cabang di Kabupaten Paser. Hal itu dinilai menunjukkan kurangnya keseriusan untuk menyelesaikan konflik sosial yang ditimbulkan proyek strategis nasional.


“Ini bukan konflik biasa. Warga sampai tidur di kantor dewan demi menuntut kejelasan. Kalau BUMN tak peduli dengan dampak sosial proyek negara, siapa lagi yang bisa diandalkan rakyat?” tandasnya.


Baharuddin menegaskan, DPRD Kaltim siap mengawal kasus ini hingga ke tingkat pusat. Ia menyerukan agar seluruh pemangku kebijakan dari pemerintah kabupaten, provinsi, hingga kementerian tidak abai terhadap derita rakyat yang kehilangan tanah demi pembangunan yang tidak adil. (Adv/rk/le).

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama