Di Balik Angka yang Turun, Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak di Kaltim Masih Jadi Pekerjaan Rumah

Teks foto : Ketua DPRD Kaltim, Hasanuddin Mas’ud (istimewa).

SAMARINDA – Meski data menunjukkan penurunan jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kalimantan Timur sepanjang 2024, isu ini masih menjadi tantangan besar yang tak bisa dianggap selesai hanya karena statistik menurun.

Per akhir Oktober 2024, tercatat 810 kasus kekerasan di seluruh Kaltim. Angka ini memang lebih rendah dibandingkan 2023 yang menyentuh 1.108 kasus, namun tetap jauh lebih tinggi dari tahun 2021 yang hanya 551 kasus. Artinya, tren penurunan belum cukup untuk menyatakan kondisi sudah aman bagi perempuan dan anak.

Kota Samarinda tercatat sebagai wilayah dengan jumlah laporan kekerasan tertinggi, disusul oleh Balikpapan, Kutai Kartanegara, dan Bontang. Namun, Ketua DPRD Kaltim, Hasanuddin Mas’ud, justru mengingatkan bahwa tingginya angka di kota besar bisa jadi mencerminkan keberanian warga untuk melapor, berbeda dengan daerah pelosok yang sering luput dari sorotan.

“Kadang kita hanya melihat angka, tapi lupa bahwa banyak kekerasan di daerah 3T yang tidak tercatat karena tidak dilaporkan,” ujarnya, Jumat (9/5/2025).

Ia menilai bahwa masyarakat di wilayah perbatasan seperti Mahakam Ulu dan pedalaman lain masih menghadapi kendala dalam mengakses layanan perlindungan.

Hasanuddin juga menekankan bahwa mencegah kekerasan bukan hanya tugas pemerintah, tapi tanggung jawab bersama. Edukasi publik, penguatan peran keluarga, dan kehadiran negara melalui kebijakan konkret adalah kunci menciptakan ruang aman bagi kelompok rentan.

“Yang paling penting bukan cuma menurunkan angka, tapi memastikan korban bisa bersuara dan pelaku ditindak. Dan itu dimulai dari kepedulian kita semua,” tegasnya. (Adv/rk/le).


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama