Teks foto : Anggota Komisi IV DPRD Kaltim, Sarkowi V Zahry (rk).
SAMARINDA - Seruan untuk memperkuat pembangunan berbasis kebutuhan riil masyarakat desa kembali mengemuka di Kalimantan Timur. Anggota Komisi IV DPRD Kaltim, Sarkowi V Zahry, menegaskan pentingnya perubahan pendekatan dalam penyaluran bantuan keuangan, agar lebih sesuai dengan kondisi di lapangan, terutama di tingkat desa dan kelurahan.
Menurut Sarkowi, selama ini proses penyaluran dana dari pemerintah provinsi masih terlalu mengandalkan proyek berskala besar dan prosedur yang kaku. Padahal, banyak permasalahan yang dihadapi masyarakat desa justru bersifat sederhana namun mendesak, seperti perbaikan jalan lingkungan, irigasi pertanian, atau dukungan bagi usaha mikro.
“Banyak kebutuhan di desa bisa diselesaikan dengan anggaran kecil, antara Rp100 hingga Rp200 juta. Tetapi karena sistemnya terlalu birokratis, banyak usulan semacam ini terhambat,” ujar Sarkowi, Rabu (14/5/2025).
Ia menekankan bahwa pembangunan yang efektif tidak selalu harus diwujudkan dalam bentuk proyek-proyek raksasa. Justru intervensi kecil namun tepat sasaran sering kali membawa dampak besar bagi kehidupan masyarakat di desa.
Kasus di daerah seperti Kutai Kartanegara menjadi sorotan. Meski memiliki APBD besar, masih banyak wilayah terluar yang belum sepenuhnya terjangkau pembangunan. Ini menunjukkan bahwa mekanisme penyaluran bantuan saat ini belum cukup adaptif terhadap kebutuhan mikro.
Untuk itu, Sarkowi mendorong revisi Peraturan Gubernur (Pergub) yang mengatur teknis penyaluran bantuan keuangan. Ia menilai perlu adanya sistem yang lebih fleksibel dan partisipatif, sehingga desa memiliki ruang lebih besar dalam menentukan skala prioritas pembangunan.
“Reformasi Pergub bukan hanya soal efisiensi, tapi juga langkah strategis untuk mendorong pemerataan dan keadilan pembangunan. Ketika desa diberi keleluasaan menetapkan kebutuhan yang paling mendesak, maka anggaran akan lebih bermakna dan tepat guna,” tegasnya.
Sarkowi berharap, arah pembangunan ke depan dapat lebih menyentuh akar permasalahan di masyarakat, dengan mengutamakan pendekatan dari bawah (bottom-up). Ini diharapkan mampu memperkuat fondasi pembangunan daerah dari level paling dasar—yaitu desa—sekaligus mendorong pemerataan hasil pembangunan di seluruh Kaltim.
“Jangan sampai anggaran provinsi hanya habis untuk proyek besar di pusat kota, sementara warga di pelosok terus menunggu perubahan yang tak kunjung datang,” pungkasnya. (Adv/rk/le).
Posting Komentar