Teks foto : Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kaltim, Andi Satya Adi Saputra (rk).
SAMARINDA – Proses pemindahan kembali aktivitas belajar mengajar SMA Negeri 10 Samarinda ke lokasi awal di Jalan HAM Rifaddin, Kelurahan Harapan Baru, mulai memasuki fase perencanaan. Hal ini menyusul keputusan Mahkamah Agung yang bersifat final dan mengikat, mengakhiri sengketa hukum berkepanjangan antara pihak yayasan dan pemerintah.
Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kalimantan Timur, Andi Satya Adi Saputra, menegaskan bahwa Pemerintah Provinsi harus segera menyusun langkah teknis pelaksanaan pemindahan tersebut. Ia menekankan pentingnya proses transisi yang tertib, adil, dan tidak menimbulkan kegaduhan baru di lingkungan pendidikan.
“Putusan Mahkamah Agung itu sudah sangat jelas. Sekarang tinggal bagaimana pemerintah melaksanakannya dengan mengedepankan prinsip kehati-hatian dan kemanusiaan,” ujar Andi Satya, Senin (19/5/2025).
Ia menambahkan, untuk menghindari disrupsi terhadap siswa yang saat ini sedang menempuh pendidikan di Kampus B (Jalan PM Noor), pemindahan hanya akan diterapkan bagi siswa baru mulai tahun ajaran 2025/2026. Sementara siswa kelas XI dan XII tetap menyelesaikan pendidikan di lokasi saat ini hingga lulus.
“Ini soal kepastian hukum dan juga keberlangsungan pendidikan. Tidak boleh ada yang dikorbankan dalam proses ini, baik guru, siswa, maupun orang tua,” jelas politisi muda dari Partai Golkar ini.
Lebih lanjut, Andi Satya menjelaskan bahwa status hukum atas lahan Kampus A juga sudah dinyatakan sah sebagai milik Pemprov Kaltim berdasarkan putusan Peninjauan Kembali (PK) Nomor 72 PK/TUN/2017. Artinya, tidak ada lagi dasar hukum bagi pihak lain untuk menolak pelaksanaan pemindahan tersebut.
“Kalau pun masih ada pihak yang keberatan, silakan menempuh jalur hukum baru. Tapi roda pendidikan harus tetap jalan sesuai putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap,” tegasnya.
Di sisi lain, ia juga mengusulkan agar Pemprov Kaltim segera melakukan kajian terkait kebutuhan sekolah menengah atas di kawasan Samarinda Seberang dan Loa Janan Ilir. Hal ini untuk memastikan akses pendidikan tetap merata, khususnya jika terjadi lonjakan siswa akibat relokasi.
“Pemerintah provinsi sebaiknya mempertimbangkan pembangunan SMA baru agar masyarakat di wilayah tersebut tetap mendapatkan akses yang layak,” pungkasnya. (Adv/rk/le).
Posting Komentar