Samarinda, Predikai.co.id – Di pagi yang masih basah oleh embun, suara deru mesin ketinting memecah keheningan Sungai Karang Mumus. Sabtu (31/5/2025) itu, bukan para nelayan yang memancing rezeki, melainkan deretan relawan yang turun ke sungai, bukan untuk mencari ikan, tapi memungut sampah yang terlalu lama dibiarkan mengendap di dasar kota ini. Mereka datang membawa harapan: membersihkan Samarinda, menyelamatkan masa depannya dari ancaman banjir yang terus berulang.
Gerakan ini diberi nama “Perahu Ketinting Pungut Sampah”, sebuah aksi kolaboratif yang digagas oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Samarinda dan melibatkan berbagai unsur, dari TNI, Polri, instansi pemerintah, hingga masyarakat umum. Pusat kegiatan ini bertempat di Jalan Tongkol, tepat di samping Jembatan 1, Samarinda Ilir. Mulai pukul 07.00 Wita, kerja bakti besar ini dimulai.
Wali Kota Samarinda, Andi Harun, hadir langsung di tengah-tengah warga. “Ini bukan hanya soal memungut sampah,” tegasnya. “Ini soal pendidikan, tentang membangun kesadaran bersama bahwa kota ini milik kita semua.”
Dalam pandangan Andi Harun, sampah bukan sekadar kotoran fisik, tapi simbol dari kebiasaan buruk yang tak berubah. Ketika parit tersumbat, banjir datang, dan jari sering lebih dulu menunjuk daripada bertindak. Padahal, solusi itu sudah ada di depan mata: gotong royong dan kesadaran.
Lebih dari 20 instansi dan komunitas turut serta. Dari pihak DLH, Kodim 0901, Polairud, BPBD, hingga perusahaan-perusahaan swasta seperti Hotel Aston dan PLN UP3 Samarinda. Tak ketinggalan, para duta lingkungan, mahasiswa, hingga komunitas nelayan yang saban hari beraktivitas di bantaran sungai.
Aksi ini juga menjadi alarm bahwa krisis iklim bukan lagi ancaman masa depan—ia telah datang. Dalam tiga kejadian beruntun, banjir dan longsor melanda beberapa titik di Samarinda. Menurut Wali Kota, peristiwa ini harus menjadi cambuk bagi masyarakat agar tidak abai terhadap lingkungan.
“Kita tidak bisa lagi saling menyalahkan. Kalau hanya DLH yang bekerja, kota ini tidak akan pernah bersih,” ujarnya lantang.
Andi Harun juga mengingatkan, masyarakat yang tinggal di wilayah perbukitan dan tepi sungai harus lebih waspada terhadap cuaca ekstrem dan potensi bencana. Tak cukup hanya berharap pada pemerintah, perubahan sejati ada di tangan warga itu sendiri.
Dari atas ketinting, mereka tak hanya memungut sampah. Mereka memungut secuil harapan, bahwa kota ini semakin membaik—asal semua mau bergerak, bersama-sama. (Adv/di/le).
Posting Komentar