Konflik Lahan di Kaltim: Didik Agung Soroti Sentralisasi Kewenangan yang Hambat Penyelesaian Sengketa

Teks foto : Anggota DPRD Kaltim, Didik Agung Eko Wahono (istimewa).

SAMARINDA – Sengketa lahan yang melibatkan masyarakat dan perusahaan tambang di Kalimantan Timur kian menjadi persoalan pelik. Anggota Komisi I DPRD Kaltim, Didik Agung Eko Wahono, mengungkapkan bahwa salah satu akar masalah utama adalah terbatasnya kewenangan pemerintah daerah dalam menangani persoalan tersebut akibat sentralisasi wewenang ke pemerintah pusat.

Menurut Didik, konflik-konflik lahan yang terus muncul bukan karena lemahnya peran pemerintah daerah, melainkan karena aturan yang memindahkan mayoritas kewenangan perizinan dan pengawasan ke tingkat pusat sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014.

“Pemerintah daerah saat ini hanya berperan sebagai pengawas dan pelapor. Kita tidak bisa langsung turun tangan menyelesaikan masalah, padahal kami paling dekat dengan masyarakat yang terdampak,” jelas Didik.

Fenomena tumpang tindih lahan antara warga dengan perusahaan tambang maupun perusahaan besar lainnya seperti perkebunan sawit memang sudah berlangsung lama di Kaltim. Namun, ketidakmampuan daerah untuk mengambil tindakan langsung membuat penyelesaian sengketa kerap terhambat dan berlarut-larut.

Didik menegaskan, jika kewenangan terkait perizinan dan pengawasan bisa dikembalikan ke tingkat provinsi atau kabupaten/kota, proses penyelesaian sengketa lahan dapat berjalan lebih efektif dan responsif.

“Dengan kewenangan di tangan daerah, kami bisa lebih cepat merespon keluhan masyarakat dan mengantisipasi konflik yang muncul,” ujarnya optimis.

Politisi ini pun mendorong pemerintah pusat untuk melakukan revisi aturan yang memberikan ruang lebih besar bagi pemerintah daerah dalam mengelola dan menyelesaikan masalah lahan serta perizinan tambang di wilayahnya.

“Ini bukan sekadar soal birokrasi, tapi soal keadilan dan keberlanjutan kehidupan masyarakat di daerah yang selama ini terdampak sengketa,” tutup Didik.

Dengan desentralisasi kewenangan, diharapkan konflik lahan di Kaltim dapat diminimalisir dan pengelolaan sumber daya alam berjalan lebih berkelanjutan. (Adv/rk/le).

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama