Baharuddin Soroti Pembatasan Kewenangan Daerah: Aspirasi Rakyat Terkendala Regulasi Pusat

Teks foto : Ketua Bapemperda DPRD Kaltim, Baharuddin Demmu (istimewa).


SAMARINDA - Banyaknya aspirasi rakyat yang tidak bisa langsung direalisasikan akibat pembatasan kewenangan daerah oleh pemerintah pusat, menjadi sorotan serius anggota DPRD Kalimantan Timur, Baharuddin Demmu.


Hal ini ia sampaikan usai menuntaskan kegiatan Reses Masa Sidang II Tahun 2025 di Daerah Pemilihan Kutai Kartanegara. Dalam rentang waktu 1 hingga 8 Juli 2025, Baharuddin menggelar pertemuan di 12 titik yang tersebar di lima kecamatan, yakni Muara Kaman, Tenggarong Seberang, Anggana, Loa Kulu, dan Muara Badak.


“Kami menerima banyak aspirasi, mulai dari pelaku UMKM, nelayan, petani, hingga soal infrastruktur jalan. Tapi ironisnya, tak sedikit yang terhambat hanya karena regulasi pusat tidak memberikan ruang kewenangan kepada provinsi,” ungkap Baharuddin, Rabu (9/7/2025).


Politikus PAN ini mencontohkan, bantuan untuk sektor pertanian seperti pupuk dan bibit, yang kini menjadi ranah eksklusif pemerintah pusat. Begitu juga dengan bantuan nelayan tangkap di perairan umum, yang tidak bisa difasilitasi karena di luar cakupan wewenang Pemprov Kaltim.


“Ini jadi problem yang terus berulang. Aspirasi masyarakat sudah masuk, anggaran tersedia, niat ada, tapi ketika aturan tidak berpihak, akhirnya tidak bisa dijalankan. DPRD terkesan tak bergerak, padahal dibatasi aturan,” jelasnya.


Menurut Baharuddin, sistem Kamus Usulan yang dipakai untuk menyaring program juga perlu dikaji ulang. Sebab, banyak usulan masyarakat yang belum tercantum di dalamnya, padahal sangat dibutuhkan.


“Pansus Pokok-pokok Pikiran DPRD Kaltim sekarang sedang membahas ini. Kami ingin Kamus Usulan dibuka lebih fleksibel agar masyarakat bisa benar-benar didengar. Jangan sampai ruang partisipasi rakyat dibatasi sistem,” tegasnya.


Ia menambahkan, DPRD Kaltim akan mengusulkan agar pasal-pasal yang membatasi kewenangan daerah dalam pengelolaan sektor strategis seperti pertanian dan perikanan ditinjau kembali. Harapannya, kebijakan pembangunan bisa kembali berakar dari kebutuhan lokal, bukan sekadar standar nasional.


“Jangan sampai rakyat kecewa karena kebutuhannya tak bisa dipenuhi hanya gara-gara provinsi tidak punya kuasa. Kita ingin regulasi yang lebih adil bagi daerah,” tandasnya.(adv/rk/le).


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama