Damayanti Minta Evaluasi Menyeluruh Sistem Perlindungan Anak di Sekolah: “Jangan Tunggu Ada Korban Baru,"

Teks foto : Anggota Komisi IV DPRD Kaltim, Damayanti (istimewa ).


SAMARINDA - Kasus dugaan pelecehan seksual yang terjadi dalam kegiatan kepramukaan di sebuah SMA di Samarinda menjadi pukulan keras terhadap sistem perlindungan anak di lingkungan pendidikan. Anggota Komisi IV DPRD Kaltim, Damayanti, menegaskan pentingnya evaluasi menyeluruh terhadap mekanisme pengawasan dan perlindungan peserta didik di sekolah-sekolah.


Menurut Damayanti, kejadian ini bukan hanya persoalan pelanggaran individual, melainkan tanda alarm atas lemahnya sistem keamanan di ruang-ruang belajar dan kegiatan ekstrakurikuler. “Kita tidak bisa lagi menunggu ada laporan baru untuk bertindak. Sistem perlindungan anak di sekolah harus dievaluasi total, agar tidak terjadi pembiaran dan pengulangan kasus serupa,” tegas Ketua Fraksi PKB itu, Kamis (3/7/2025).


Politisi asal Dapil Balikpapan itu menekankan bahwa sekolah dan organisasi yang menaungi kegiatan pendidikan nonformal, seperti Pramuka, wajib memastikan seluruh pengurus dan pembina telah melalui proses seleksi dan pelatihan yang ketat, terutama dalam hal perlindungan anak.


“Organisasi Pramuka mengajarkan kepemimpinan dan nilai moral. Tapi kalau justru ada pelaku kekerasan seksual di dalamnya, ini menandakan ada lubang besar dalam pengawasan,” ujarnya.


Meski belum ada laporan resmi yang masuk ke DPRD Kaltim, Damayanti menyebut kasus ini sudah menjadi perhatian serius Komisi IV. Ia menyayangkan belum adanya mekanisme pelaporan yang cepat dan responsif di tingkat sekolah, yang bisa menjadi jalur aman bagi korban.


“Banyak kasus tidak terungkap karena korban takut atau tidak tahu harus melapor ke siapa. Sekolah harus punya sistem pelaporan internal yang aman dan rahasia, serta ada pendampingan psikologis bagi korban,” tegasnya.


Ia pun mendesak Dinas Pendidikan dan Kwartir Daerah Pramuka untuk duduk bersama menyusun ulang standar operasional kegiatan kepramukaan, termasuk SOP pendampingan, pelatihan pembina, hingga pemeriksaan latar belakang relawan.


“Kita harus pastikan bahwa setiap ruang pendidikan, baik formal maupun nonformal, benar-benar aman bagi anak-anak. Ini bukan sekadar slogan, tapi tanggung jawab konstitusional,” kata Damayanti.


Kasus dugaan pelecehan ini melibatkan seorang pembina Pramuka terhadap empat remaja perempuan, yang saat itu tengah membantu kegiatan kepramukaan di almamater mereka. Peristiwa tersebut memicu keprihatinan publik, sekaligus menantang pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan untuk memperbaiki sistem perlindungan anak secara komprehensif. (Adv/rk/le).


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama