PEDA XI Kutai Barat Jadi Panggung Konsolidasi Pangan Lokal di Tengah Arus Pemindahan IKN

Teks foto: Wakil Ketua DPRD Kaltim, Ekti Imanuel saat menghadiri kegiatan PEDA XI (istimewa).


SAMARINDA - Gelaran Pekan Daerah (PEDA) XI Petani Nelayan di Kutai Barat bukan sekadar ajang rutin tahunan. Bagi Wakil Ketua DPRD Kalimantan Timur, Ekti Imanuel, kegiatan ini harus dibaca sebagai sinyal kuat bahwa daerah siap mengambil peran strategis dalam peta besar ketahanan pangan nasional, khususnya di tengah agenda besar pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) ke Kalimantan.


Dengan lebih dari 1.700 peserta memadati kawasan Taman Budaya Sendawar pada Sabtu (21/6/2025), PEDA XI menjadi momentum konsolidasi gerakan pangan dari akar rumput. Menurut Ekti, yang hadir bersama Ketua DPRD Hasanuddin Mas’ud dan anggota Yonavia, momen ini menandai pentingnya memperkuat daya tahan pangan lokal agar tidak sekadar jadi penonton dalam pembangunan IKN.


“Kalau Kalimantan hanya dijadikan penyangga tanpa kedaulatan atas pangannya sendiri, maka kita akan kembali bergantung pada luar daerah. PEDA ini titik balik untuk membalik logika itu,” ujar Ekti, Rabu (2/7/2025).


Ia menyoroti bahwa meskipun Kalimantan Timur memiliki potensi besar di sektor pertanian dan perikanan, namun ketergantungan terhadap pasokan luar daerah masih tinggi. Karena itu, Ekti menekankan pentingnya menjadikan PEDA sebagai panggung penguatan kebijakan, bukan hanya seremoni belaka.


“Jangan hanya festival panen, lalu selesai. Ini harus berlanjut ke pembenahan sistem: distribusi benih, akses pupuk, harga jual, hingga penguatan koperasi,” tegasnya.


PEDA XI menampilkan serangkaian kegiatan, mulai dari penandatanganan prasasti, panen raya bersama, hingga forum edukatif untuk petani dan nelayan. Menurut Ekti, rangkaian ini harus berujung pada pembentukan ekosistem pangan yang tangguh dan mandiri, khususnya untuk mendukung suplai ke IKN.


DPRD Kaltim, sambungnya, siap mengawal anggaran dan regulasi untuk mendorong kemandirian pangan berbasis kearifan lokal dan inovasi teknologi. Ia menilai bahwa wilayah seperti Kutai Barat dapat menjadi laboratorium pangan mandiri, bukan sekadar lumbung pasokan.


“Kami ingin petani dan nelayan lokal menjadi tuan rumah di tanahnya sendiri. PEDA adalah awalnya, tapi kerja beratnya justru setelah ini,” pungkasnya. (Adv/rk/le).


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama