Samarinda, Prediksi.co.id- Malam di Samarinda itu harusnya biasa saja. Malam di pusat perbelanjaan. Tapi malam itu beda. Jauh lebih hangat dari biasanya.
Tak ada pesta. Tak ada tiup lilin atau kembang api. Yang ada hanya tawa kecil yang malu-malu dan langkah-langkah pelan di antara etalase kaca.Mereka adalah anak-anak istimewa. Datang dari SLB Negeri Tenggarong. Diundang khusus oleh Wakil Bupati Kutai Kartanegara, Rendi Solihin. Bersama istrinya, Fety Puja Amelia. Rendi memilih malam itu untuk kebahagiaan sederhana. Bukan acara besar.
Sebelum berburu sepatu dan pakaian, mereka makan malam dulu. Di restoran mal terbesar di Samarinda. Meja panjang itu dipenuhi tawa renyah. Senyum-senyum malu-malu. Suasana hangat.
Saya bayangkan: mereka pasti jarang sekali makan di tempat seperti itu.
Setelah perut kenyang, saatnya ‘berburu’. Rendi melihat satu per satu wajah kecil itu. Mata mereka berbinar menatap etalase. Bebas memilih. Tanpa batas. Tanpa larangan.
Rendi bilang: "Kegiatan ini sudah kami rencanakan bersama istri. Saya ingin kebahagiaan yang saya rasakan juga dirasakan mereka.”
Bukan hanya menyuruh, Rendi dan Fety ikut menemani. Fety berjongkok, memastikan sepatu pas di kaki-kaki kecil itu. Rendi tersenyum melihat mereka mencoba berjalan dengan alas kaki baru. Kebahagiaan sederhana. Tapi tulus.
Mereka diajak menikmati es krim. Tawa kecil kembali pecah. Ada yang es krimnya meleleh dan dia hanya bisa senyum malu. Ada yang tertawa lepas. Manis yang jarang mereka cicipi. Malam itu berubah jadi kenangan kecil.
Lina Otaviani, guru mereka, bercerita. "Ada yang sampai menangis. Mereka tidak menyangka bisa belanja sepatu dan baju sendiri.”Bayangkan: belanja sepatu saja bisa membuat mereka meneteskan air mata haru.
Di luar sana, data Dinas Sosial Kukar mencatat 4.800 penyandang disabilitas. Sebagian besar masih berjuang. Akses pendidikan, kesehatan, fasilitas umum. Masih minim.
Maka, malam sederhana di mal itu terasa besar. Sebuah ruang kecil yang terbuka. Perhatian berubah menjadi harapan.“Kami masih butuh banyak hal,” kata Lina. “Terutama akses yang layak untuk mereka.”
Rendi menegaskan. Pemerintah Kabupaten Kukar akan berupaya maksimal. Memberikan ruang dan perhatian. “Mereka juga berhak merasakan kebahagiaan, pendidikan, dan kesempatan yang sama,” tegasnya.
Malam berakhir. Tak ada kado mewah. Hanya pelukan kecil. Ucapan terima kasih yang tulus. Tawa anak-anak istimewa itu memenuhi ruangan.
Kebahagiaan malam itu berpindah bentuk. Dari pesta menjadi empati. Dari hadiah menjadi harapan dan di antara tawa riang itu, saya dengar sepotong doa. Semoga dunia ini, kelak, lebih ramah bagi mereka yang berbeda.
Posting Komentar