Damayanti Dorong Pendidikan Seksual Sejak Dini: Ubah Budaya Tabu, Cegah Kekerasan

Teks foto: Anggota Komisi IV DPRD Kaltim, Damayanti (istimewa).

SAMARINDA – Tingginya angka kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak di Kalimantan Timur menjadi perhatian serius Anggota DPRD Kaltim, Damayanti. Ia menyatakan bahwa perubahan nyata hanya bisa dimulai dari pendidikan yang membebaskan dan memberdayakan anak-anak sejak usia dini.

Menurut politisi perempuan dari Fraksi PKB ini, budaya diam dan tabu terhadap isu seksualitas justru menjadi ladang subur bagi maraknya kekerasan. Ia mendorong agar pendidikan seksual tidak lagi dipandang sebagai hal yang “tidak pantas”, melainkan sebagai pengetahuan dasar yang harus dimiliki setiap anak untuk melindungi dirinya.

“Kita harus mulai bicara jujur pada anak-anak tentang hak atas tubuh mereka. Kalau kita terus bungkam, kita justru membiarkan mereka jadi korban,” ujar Damayanti, Senin (19/5/2025).

Dalam waktu dekat, Damayanti menyampaikan tengah merancang gagasan kurikulum pendidikan perlindungan diri berbasis usia yang bisa diterapkan secara bertahap di sekolah-sekolah. Fokusnya bukan sekadar teori, tetapi mengajarkan batasan tubuh, mengenali potensi kekerasan, dan bagaimana cara melapor jika terjadi pelecehan.

Ia menyoroti data dari Simfoni PPA yang mencatat lebih dari seribu kasus kekerasan di Kaltim sepanjang tahun 2023. Angka ini naik signifikan dari tahun sebelumnya dan menjadi alarm bahwa sistem perlindungan saat ini belum berjalan maksimal.

“Kekerasan terhadap anak bukan hanya persoalan hukum, ini soal kegagalan sistem sosial kita. Maka perubahan harus dimulai dari ruang kelas, dari percakapan di rumah, dari keberanian kita membuka mata dan telinga,” tegasnya.

Damayanti juga menyoroti pentingnya membangun ekosistem yang berpihak pada korban. Ia mengajak semua elemen masyarakat—mulai dari pemerintah, sekolah, organisasi masyarakat hingga keluarga—untuk menciptakan ruang aman yang mendorong korban untuk bersuara.

“Bertambahnya laporan bukan berarti kekerasannya meningkat. Itu artinya korban mulai berani bicara. Dan keberanian itu harus kita sambut, bukan kita bungkam,” katanya.

Ia menutup pernyataannya dengan seruan agar pendidikan di Kalimantan Timur tidak hanya mencetak generasi cerdas, tapi juga generasi yang sadar akan haknya, dan berani menolak segala bentuk kekerasan. (Adv/rk/le).


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama