Teks foto : Wakil Ketua Komisi I DPRD Kaltim, Agus Suwandy (istimewa)
SAMARINDA - Konflik lahan antara warga dan perusahaan tambang kembali mengemuka di Kalimantan Timur, kali ini melibatkan Sutarno, seorang warga Handil Bhakti, dengan PT Insani Bara Perkasa (IBP). Sengketa atas lahan seluas 4 hektare itu kini menjadi panggung bagi DPRD Kaltim dalam mendorong penyelesaian yang berkeadilan dan berpihak pada hak rakyat.
Melalui Komisi I, DPRD Kaltim menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada Senin (26/5/2025), mempertemukan kedua belah pihak dalam forum terbuka yang berupaya meredakan ketegangan secara damai. Upaya ini dilakukan setelah jalur hukum yang ditempuh Sutarno dinyatakan tidak berhasil oleh pengadilan karena alasan materiil.
“Kami bukan sekadar menengahi, tetapi mencoba memastikan bahwa hak-hak warga tidak dikesampingkan dalam konflik seperti ini,” kata Wakil Ketua Komisi I DPRD Kaltim, Agus Suwandi, usai memimpin rapat.
Lahan yang disengketakan telah bersertifikat resmi sejak tahun 1992, namun kini menjadi danau pascaaktivitas tambang. Sutarno menuntut kompensasi senilai Rp1,2 miliar, menyesuaikan dengan kerugian permanen yang ia alami. Sementara PT IBP baru menawarkan Rp500 juta, jauh di bawah nilai yang diminta.
Agus menegaskan bahwa DPRD hadir tidak hanya sebagai penengah, tetapi juga sebagai pengawal keadilan dalam relasi yang sering timpang antara warga dan korporasi. “Harus ada itikad baik dari perusahaan. Tidak cukup hanya membayar, tapi harus menghargai proses dan hak kepemilikan yang sah,” tegasnya.
DPRD pun menjadwalkan pertemuan lanjutan pada 2 Juni 2025, sembari berharap mediasi menghasilkan kesepakatan yang adil dan tidak memberatkan salah satu pihak.
Di sisi lain, Sutarno mengungkapkan rasa kecewanya karena sudah dua tahun lebih menunggu penyelesaian yang tak kunjung jelas. Ia mengaku tanahnya telah rusak total, padahal sebelumnya masih memiliki potensi ekonomis jika dikelola sendiri.
“Batu-batu di lahan itu sudah habis diambil. Sekarang tinggal lubang besar, tidak bisa ditanami, tidak bisa dijual. Tapi kompensasi pun belum didapat,” tuturnya.
Ia berharap DPRD dapat mendorong penyelesaian yang tak hanya administratif, tetapi benar-benar memberi rasa keadilan. “Semoga yang tanggal 2 Juni nanti jadi titik terang. Kami butuh kepastian, bukan janji lagi,” tutupnya. (Adv/rk/le).
.
Posting Komentar