Teks foto : Wakil Ketua DPRD Kaltim, Ekti Imanuel (istimewa).
SAMARINDA – Wakil Ketua DPRD Kalimantan Timur, Ekti Imanuel, mengkritik Pemerintah Kabupaten Kutai Barat (Kubar) dan Mahakam Ulu (Mahulu) yang masih menerapkan metode tambal sulam dalam perbaikan jalan, terutama di jalur Barong Tongkok–Mentiwan. Menurutnya, pola perbaikan parsial ini tidak memberikan solusi jangka panjang dan justru berisiko merusak kualitas jalan secara keseluruhan.
Ekti menjelaskan bahwa perbaikan selama ini hanya dilakukan di titik-titik tertentu sesuai Rencana Anggaran Biaya (RAB), tanpa mempertimbangkan kebutuhan riil masyarakat di wilayah pedalaman.
“Kondisinya tidak pernah benar-benar pulih. Diperbaiki sebentar, rusak lagi. Ini karena perbaikannya setengah hati dan tidak menyeluruh,” ujarnya saat ditemui, Senin (26/5/2025).
Politisi Gerindra ini mendorong pemerintah pusat, khususnya Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN), untuk menerapkan kontrak multiyears yang memungkinkan perencanaan dan pengerjaan proyek secara bertahap namun berkesinambungan, menghindari ketergantungan pada anggaran tahunan yang terbatas.
Ekti menyebutkan pemerintah pusat telah mengalokasikan dana sekitar Rp900 miliar untuk penanganan ruas Barong Tongkok–Mentiwan, dengan pengerjaan yang direncanakan berlangsung dari pertengahan 2025 hingga 2027.
Menurutnya, jalan ini sangat vital sebagai satu-satunya jalur penghubung antardaerah di Kutai Barat dan Mahakam Ulu yang tidak memiliki akses jalan provinsi. Karena itu, keberlanjutan dan kualitas perbaikan menjadi sangat penting bagi mobilitas dan distribusi logistik masyarakat setempat.
“Kita tidak punya alternatif lain. Maka, kalau perbaikannya asal-asalan, masyarakat kami yang paling menderita,” tegasnya.
Selain jalur utama tersebut, Ekti juga mengusulkan beberapa ruas lain seperti Simpang Blusu, Simpang Damai, SP1–Muara Gusi, hingga Muara Gusi–Simpang Kalteng untuk masuk dalam skema penanganan nasional. Namun, ia menegaskan agar fokus utama tetap pada jalur penghubung utama di pedalaman.
Ekti berkomitmen untuk terus mengawal proses pembangunan di tingkat provinsi serta mendorong pemerintah pusat agar memberikan perhatian serius terhadap infrastruktur di wilayah tertinggal.
“Ini soal keadilan pembangunan. Jangan biarkan masyarakat pedalaman terus tertinggal hanya karena infrastruktur tak kunjung layak,” pungkasnya. (Adv/rk/le).
Posting Komentar