Pendapatan Daerah Anjlok, DPRD Kaltim Desak Pemprov Beralih dari Ketergantungan Tambang

Teks foto : Ketua Komisi II DPRD Kaltim, Sabaruddin Panrecalle (rk).

SAMARINDA - Krisis pendapatan mulai membayangi Kalimantan Timur. Merosotnya Dana Bagi Hasil (DBH) dari sektor tambang membuat ruang fiskal daerah kian sempit. DPRD Kaltim pun mengingatkan Pemerintah Provinsi agar segera menyudahi ketergantungan pada sumber daya alam yang tak terbarukan dan memulai transisi menuju ekonomi yang lebih berkelanjutan.

Ketua Komisi II DPRD Kaltim, Sabaruddin Panrecalle, menilai penurunan tajam DBH dalam dua tahun terakhir adalah alarm serius. Menurutnya, ini saat yang paling tepat bagi Kaltim untuk membalik arah kebijakan fiskal dan fokus pada pengembangan potensi lokal non-tambang.

“Kita tidak bisa terus menumpang pada sektor yang makin terbatas dan rentan fluktuasi harga global. Saatnya berani bertransformasi. Ekonomi kita harus bertumpu pada sektor yang menjanjikan keberlanjutan,” ujar Sabaruddin, Jumat (30/5/2025).

Ia menyebut sektor pertanian, kelautan-perikanan, UMKM, dan pariwisata sebagai fondasi yang harus segera diperkuat. Selain menciptakan ketahanan ekonomi, sektor-sektor ini juga diyakini mampu menyerap lebih banyak tenaga kerja lokal.

Sabaruddin juga menyoroti sejumlah kebijakan pusat yang berkontribusi pada anjloknya pendapatan daerah, seperti penerapan opsen pajak kendaraan bermotor dan pembagian kewenangan baru pasca UU HKPD.

“Konsekuensinya sangat jelas: banyak program prioritas kita bisa terhambat. Infrastruktur, pendidikan, dan layanan dasar lain rawan tersendat jika pendapatan tak segera diperkuat,” ujarnya.

Komisi II mendesak Pemprov Kaltim untuk menyusun peta jalan diversifikasi ekonomi secara konkret. Tidak cukup dengan wacana, tapi harus ada rencana aksi yang disertai target capaian.

“Kalau kita tidak mulai sekarang, lima tahun ke depan kita masih di titik yang sama—bergantung pada batubara, dan rentan goyah tiap kali harga global turun,” tegasnya.

Ia juga menekankan pentingnya pembenahan pendapatan asli daerah (PAD). Menurutnya, masih banyak celah untuk mengoptimalkan retribusi, pajak daerah, dan mendorong digitalisasi sistem pemungutan yang lebih efisien dan akuntabel.

“DPRD siap duduk bersama menyusun solusi. Tapi inisiatif harus dimulai dari pemerintah daerah. Kita butuh keberanian untuk mengubah pola pikir anggaran dari yang pasif menjadi progresif,” tutup politisi asal Kukar tersebut. (Adv/rk/le).

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama