Ananda Moeis: Jangan Biarkan Ruang Digital Jadi Ladang Provokasi

Teks foto : Wakil Ketua DPRD Kaltim, Ananda Emira Moeis (istimewa).

SAMARINDA - Wakil Ketua DPRD Kalimantan Timur, Ananda Emira Moeis, mengingatkan pentingnya menjaga ruang digital tetap sehat di tengah meningkatnya aktivitas buzzer dan konten provokatif di media sosial. Ia menilai, penggunaan media digital semestinya menjadi alat demokrasi yang memperkuat partisipasi warga, bukan memecah belah masyarakat lewat narasi destruktif.


“Buzzer itu hanya alat. Pertanyaannya: untuk apa dia digunakan? Kalau menyebarkan informasi edukatif dan membangun, tidak masalah. Tapi kalau dipakai untuk provokasi dan fitnah, itu yang jadi soal,” ujar Ananda, Senin (16/6/2025).


Politisi PDI Perjuangan itu mengaku prihatin dengan derasnya arus ujaran kebencian, hoaks, dan isu SARA yang makin mudah tersebar. Ia menekankan bahwa kritik terhadap pemerintah atau tokoh publik adalah hal wajar dalam demokrasi, namun harus disampaikan secara bertanggung jawab dan berbasis fakta.


“Demokrasi butuh kritik. Tapi bukan kritik yang berniat merusak. Kita harus bisa bedakan antara aspirasi publik dengan agitasi yang sengaja dibentuk untuk menggiring emosi,” tegasnya.


Ananda menyoroti bahwa masih banyak masyarakat yang tidak kritis dalam menyaring informasi digital. Ia mendorong warga Kaltim untuk lebih cerdas mengenali motif di balik setiap unggahan, apalagi menjelang momentum politik atau kebijakan penting.


“Kalau kita lengah, ruang digital bisa berubah jadi alat konflik. Kita harus jaga agar medsos tetap jadi ruang partisipasi, bukan arus permusuhan,” katanya.


Ia pun tidak menutup mata bahwa keberadaan buzzer di era digital memang tidak bisa dihindari. Namun menurutnya, yang harus dikendalikan adalah arah dan etika penggunaannya.


“Silakan bersuara, tapi jangan menyerang. Kritik boleh, asal tidak menghina. Pendapat boleh beda, tapi tetap dalam bingkai hormat,” ujar Ananda.


Sebagai penutup, Ananda mengajak seluruh lapisan masyarakat, khususnya generasi muda, untuk menjadi agen literasi digital di lingkungan masing-masing. Ia menegaskan bahwa kualitas demokrasi di era digital sangat bergantung pada cara publik menggunakan hak bersuara dengan bijak.


“Kalau ruang digital ini terus diisi dengan ujaran yang merusak, kita semua yang akan rugi. Mari kita rawat internet sebagai ruang dialog yang beradab,” tutupnya. (Adv/Rk/Le).


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama