Teks foto : Ketua Pansus LKPj Gubernur Kaltim 2024, Agus Suwandy (rk).
SAMARINDA - DPRD Kalimantan Timur menegaskan bahwa keberhasilan pertumbuhan ekonomi daerah belum berarti apa-apa jika tidak disertai dengan pemerataan hasil pembangunan. Dalam laporan Panitia Khusus (Pansus) LKPj Gubernur 2024, dewan memperingatkan adanya paradoks kemajuan di mana ekonomi tumbuh, namun kesenjangan sosial kian melebar.
Ketua Pansus, Agus Suwandy, menyebut angka pertumbuhan ekonomi Kaltim sebesar 6,17 persen sepanjang 2024 memang mengesankan. Namun, di balik pencapaian itu tersembunyi kenyataan pahit: ketimpangan antarwilayah dan kualitas hidup kelompok rentan masih jauh dari harapan.
“Di atas kertas kita tumbuh, tapi tidak semua daerah ikut bergerak maju. Penajam Paser Utara melesat dengan pertumbuhan 30 persen, sementara Bontang justru mengalami kontraksi. Ini bukan pertumbuhan yang adil,” ujarnya dalam Rapat Paripurna, Senin (16/6/2025).
Pansus mencatat, ketimpangan pembangunan bukan hanya antarwilayah, tapi juga menyentuh dimensi kesejahteraan. Meski angka kemiskinan secara umum menurun dari 6,11 menjadi 5,78 persen, indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan justru meningkat. Artinya, warga miskin makin sulit memenuhi kebutuhan dasar mereka.
“Ini yang kami sebut paradoks. Secara statistik membaik, tapi kehidupan rakyat di lapangan tetap berat. Kita melihat ketimpangan dalam ketimpangan,” tegas Agus.
Enam kabupaten/kota bahkan tercatat memiliki tingkat kemiskinan di atas rata-rata provinsi. Mahakam Ulu berada di posisi teratas dengan 10,75 persen, diikuti Kutai Barat dan Kutai Timur. Di sisi lain, indeks ketimpangan pengeluaran (Gini Ratio) justru lebih tinggi di kota-kota besar, menandakan jurang sosial yang semakin nyata di wilayah perkotaan.
Kondisi ini, menurut Pansus, mengindikasikan kegagalan model pembangunan yang terlalu berorientasi pada pertumbuhan makro. DPRD menilai perlu perubahan mendasar dalam arah kebijakan, termasuk perencanaan yang lebih berbasis data dan menyasar kelompok paling rentan.
“Kita tidak butuh pembangunan yang memoles angka. Yang kita butuhkan adalah transformasi nyata di kehidupan masyarakat bawah,” tegasnya.
Pansus juga menyoroti persoalan inflasi. Meskipun Kaltim mencatat angka inflasi rendah sebesar 1,47 persen, disparitas tetap terjadi. Kabupaten Berau mengalami inflasi tertinggi, sementara Balikpapan menjadi yang terendah menunjukkan masih timpangnya distribusi dan kelemahan infrastruktur antarwilayah.
DPRD mendesak Pemprov Kaltim untuk memperbaiki sistem logistik, memperkuat produksi lokal, dan membangun mekanisme pemantauan harga yang dinamis agar daya beli masyarakat tetap terjaga.
“Pertumbuhan tanpa pemerataan hanya akan memperdalam ketimpangan. Sudah waktunya kita bicara keadilan, bukan sekadar angka,” tutup Agus Suwandy. (Adv/Rk/Le).
Posting Komentar