DPRD Kaltim Soroti Postur APBD 2024: Terlalu Gemuk di Biaya Rutin, Minim Manfaat untuk Rakyat

Teks foto : Ketua Pansus LKPj Gubernur Kaltim 2024, Agus Suwandy (rk).


SAMARINDA - DPRD Kalimantan Timur mengkritik tajam struktur belanja daerah tahun 2024 yang dinilai terlalu besar dialokasikan untuk kebutuhan rutin birokrasi, sementara porsi untuk investasi publik dan pembangunan jangka panjang masih tergolong minim. Kritik itu disampaikan Panitia Khusus (Pansus) DPRD dalam laporan akhir pembahasan LKPj Gubernur Kaltim 2024.


Ketua Pansus, Agus Suwandy, menyebutkan bahwa belanja operasional Pemprov Kaltim tahun lalu menyentuh angka Rp9,33 triliun atau 45,6 persen dari total belanja sebesar Rp20,46 triliun. Sebaliknya, belanja modal hanya mencapai Rp4,87 triliun atau 23,8 persen jauh di bawah batas ideal yang diamanatkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022, yakni minimal 40 persen.


“Orientasi fiskal kita masih terlalu konservatif. Terlalu fokus pada belanja rutin, padahal yang dibutuhkan adalah keberanian mengalokasikan anggaran untuk pembangunan strategis,” kata Agus dalam Rapat Paripurna, Senin (16/6/2025).


Menurutnya, jika postur APBD tidak segera diubah, maka peluang mempercepat kemajuan infrastruktur, layanan publik, dan penciptaan lapangan kerja akan terus tertunda. Padahal, belanja modal semestinya menjadi instrumen utama untuk menghadirkan dampak langsung bagi masyarakat.


Pansus juga menyoroti dominasi belanja barang dan jasa yang mencapai Rp4,89 triliun lebih besar dari belanja pegawai yang berada di angka Rp3,22 triliun. Kondisi ini dinilai menggerus ruang fiskal yang seharusnya bisa digunakan untuk pembangunan fisik dan sosial.


“Masyarakat tidak merasakan dampak dari anggaran yang habis untuk operasional dan pembelian barang. Kita butuh APBD yang berpihak, bukan sekadar menghidupi birokrasi,” tegasnya.


Meski tingkat penyerapan anggaran cukup tinggi di mana 29 dari 34 perangkat daerah mencatatkan realisasi di atas 90 persen Pansus memperingatkan bahwa penyerapan tinggi tidak otomatis mencerminkan keberhasilan. Perencanaan lemah dan pengawasan longgar justru bisa menyebabkan pemborosan dan penyimpangan.


“Kita temukan 27 temuan BPK atas pengelolaan keuangan 2024, sebagian besar berkaitan dengan belanja dan aset. Ini bukti bahwa serapan bukan jaminan efisiensi,” ujar Agus.


Beberapa temuan yang disorot antara lain kekurangan volume pekerjaan di BPBD dan DPUPR-PERA, serta belanja pemeliharaan bermasalah di Dinas Sosial, BAPPEDA, dan Dinas Kesehatan. Proyek fisik di Dinas Pendidikan dan RSKD juga ditemukan tidak sesuai spesifikasi. Bahkan, program beasiswa Kaltim Tuntas dan Stimulan ikut masuk dalam daftar yang perlu dibenahi.


Agus menyatakan, indikator pengelolaan keuangan tidak seharusnya hanya terpaku pada opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Ia mengusulkan agar jumlah temuan, kecepatan penyelesaian, serta dampak rekomendasi BPK juga dijadikan indikator utama dalam evaluasi kinerja keuangan.


“WTP itu penting, tapi bukan segalanya. Kita harus melihat sejauh mana anggaran betul-betul menyentuh rakyat,” tegasnya.


Pansus juga merekomendasikan revisi Pergub Nomor 6 Tahun 2024 agar pengawasan proyek lintas tahun menjadi lebih tegas dan transparan. Selain itu, insentif dan disinsentif untuk perangkat daerah diminta berbasis pada kinerja aktual, bukan hanya formalitas administratif.


“Sudah saatnya kita bicara reformasi fiskal yang menyentuh akar masalah, bukan hanya mempercantik laporan akhir tahun,” tutup Agus Suwandy. (Adv/Di/Le).


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama