Kasus Longsor Batuah Jadi Cermin Lemahnya Audit Bencana, DPRD Minta Semua Pihak Terbuka pada Fakta Lapangan

Teks foto: Wakil Ketua Komisi III DPRD Kaltim, Akhmed Reza Fachlevi (istimewa)


SAMARINDA - Polemik penyebab longsor yang melanda Desa Batuah, Kecamatan Loa Janan, Kabupaten Kutai Kartanegara, mengungkap lemahnya sistem audit bencana di Kalimantan Timur. Wakil Ketua Komisi III DPRD Kaltim, Akhmed Reza Fachlevi, menegaskan bahwa keterbukaan semua pihak dalam membaca data dan fakta lapangan menjadi syarat utama untuk menyelesaikan konflik yang menyangkut kehidupan puluhan warga.


“Jangan ada yang menutup-nutupi. Kalau bencana seperti ini terus berulang tanpa evaluasi menyeluruh, kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan dunia usaha bisa runtuh,” kata Reza, Senin (23/6/2025).


Sejak longsor besar terjadi di Kilometer 28 Desa Batuah dan merusak sedikitnya 22 rumah, warga yang tergabung dalam Aliansi Bersama Rakyat Tani Jaya Bersatu menyuarakan dugaan bahwa aktivitas pertambangan PT BSSR di sekitar lokasi menjadi penyebab utama. Namun, Dinas ESDM Kaltim mengacu pada kajian Universitas Mulawarman (Unmul) yang menyimpulkan bahwa bencana tersebut disebabkan murni oleh faktor geologis.


Reza menilai perbedaan itu menunjukkan pentingnya mekanisme audit bencana yang independen dan lintas perspektif. Ia mendorong dialog terbuka yang melibatkan warga, akademisi, lembaga teknis, serta pelaku usaha.


“Kalau tidak ada transparansi, maka kecurigaan akan terus berkembang. Bukan hanya soal siapa yang salah, tapi bagaimana kita bisa jujur terhadap kondisi sesungguhnya,” ujarnya.


Sebagai bentuk tindak lanjut, Komisi III DPRD Kaltim dijadwalkan akan turun langsung ke lokasi bersama Dinas ESDM, Pemerintah Kabupaten Kukar, BPPJN, Unmul, dan perwakilan warga pada Selasa (24/6/2025). DPRD mendorong seluruh pihak membawa data masing-masing dan siap mengkaji ulang jika ditemukan bukti baru.


“Ini bukan soal menang atau kalah argumen. Tapi bagaimana kita hadir memberi kepastian, keadilan, dan solusi nyata bagi warga terdampak,” tegas politikus Partai Gerindra itu.


Ia juga mengingatkan bahwa penanganan pascabencana tidak boleh berhenti pada perbaikan fisik, namun juga harus mencakup pemulihan sosial dan mental korban. Trauma, kehilangan hak tinggal, dan rasa tidak percaya terhadap lembaga publik harus dijawab dengan empati dan tanggung jawab kolektif.


“Kalau kita menghindari pertanggungjawaban, kita sedang menanam bom waktu. Ini saatnya bangun sistem audit bencana yang transparan dan bisa dipercaya semua pihak,” tutup Reza. (Adv/rk/le)


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama