PKB Ingatkan: Silpa Bukan Capaian, Tapi Alarm Gagalnya Pelayanan Publik

Teks foto : Ketua Fraksi PKB DPRD Kaltim, Damayanti (istimewa).


SAMARINDA - Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPRD Kalimantan Timur (Kaltim) mengkritik keras besarnya Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (Silpa) tahun 2024 yang mencapai Rp2,5 triliun. Bagi mereka, angka itu bukan kebanggaan efisiensi, melainkan cerminan lemahnya eksekusi program dan tertundanya hak-hak dasar masyarakat.


“Silpa ini bukan prestasi. Justru jadi sinyal bahwa ada sesuatu yang tidak beres dalam sistem perencanaan dan pelaksanaan pembangunan,” tegas Ketua Fraksi PKB DPRD Kaltim, Damayanti, saat dikonfirmasi Jumat (20/6/2025).


Ia menegaskan bahwa anggaran daerah semestinya menjadi instrumen utama untuk mempercepat pelayanan publik. Namun, ketika uang mengendap di kas daerah tanpa terealisasi, maka yang dikorbankan adalah rakyat kecil.


“Banyak sekolah di daerah padat penduduk seperti Balikpapan masih kekurangan ruang belajar. Infrastruktur desa pun masih banyak yang belum tersentuh. Ini bukan karena uangnya tidak ada, tapi karena tidak digunakan,” ungkap Damayanti.


Menurutnya, fenomena Silpa yang terus berulang dari tahun ke tahun menjadi indikator bahwa program-program yang disusun tidak berangkat dari kebutuhan riil di lapangan. Ia menyebut perencanaan masih terlalu elitis dan minim dialog dengan masyarakat.


Fraksi PKB mendesak agar pemerintah provinsi melakukan evaluasi menyeluruh atas sistem perencanaan dan penganggaran, termasuk memperbaiki tata kelola program lintas OPD agar tidak terjadi bottleneck birokrasi.


“Kalau memang belum mampu membelanjakan secara optimal, artinya perlu pembenahan dari hulu sampai hilir. Jangan sampai APBD ini hanya kuat di meja rapat, tapi lemah di lapangan,” tandasnya.


PKB juga meminta agar Silpa tahun anggaran sebelumnya bisa segera dikonversi dalam bentuk program padat manfaat untuk rakyat, seperti pembangunan sekolah, kesehatan, dan penguatan ekonomi berbasis desa.


“Jangan sampai hak rakyat hanya berakhir di laporan keuangan. Uang negara itu harus kembali ke masyarakat dalam bentuk pelayanan, bukan menumpuk tanpa arah,” tutup Damayanti. (Adv/Rk/Le).


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama