Teks foto : Anggota DPRD Kaltim, Syarifatul Syadiah (istimewa).
SAMARINDA - Anggota Komisi III DPRD Kalimantan Timur (Kaltim), Syarifatul Sya’diah, kembali menyuarakan kritik keras terhadap praktik pertambangan di daerahnya. Kali ini, ia menyoroti pelaksanaan program Corporate Social Responsibility (CSR) oleh perusahaan tambang yang dinilainya lebih banyak bersifat simbolik ketimbang substantif.
“CSR itu jangan hanya berhenti di baliho dan seremoni. Jangan sekadar ajang pencitraan. Kalau memang niatnya tanggung jawab sosial, maka harus menyentuh persoalan riil: banjir, kerusakan lingkungan, dan krisis yang dihadapi warga sekitar tambang,” tegasnya saat ditemui di DPRD Kaltim, Rabu (4/6/2025).
Menurut legislator Partai Golkar itu, banyak perusahaan tambang di Kaltim yang masih menempatkan CSR sebagai alat promosi belaka. Padahal, yang dibutuhkan masyarakat adalah aksi konkret dalam bentuk mitigasi bencana, rehabilitasi kawasan rusak, hingga penguatan ekonomi komunitas lokal.
“Berapa persen dari CSR yang benar-benar dialokasikan untuk memperbaiki hutan rusak? Untuk mencegah longsor? Untuk membangun drainase yang layak? Jangan sampai masyarakat dibiarkan hidup di bawah bayang-bayang bencana karena perusahaan abai menjalankan tanggung jawab moralnya,” katanya.
Syarifatul juga mendorong agar pemerintah provinsi bersama DPRD memperkuat regulasi dan mekanisme pengawasan terhadap industri tambang, terutama menyangkut kewajiban reklamasi dan pemulihan lingkungan. Ia menegaskan bahwa sanksi harus tegas bagi perusahaan yang lalai.
“Kalau kita tidak tegas sekarang, yang kita wariskan untuk anak cucu kita bukan kemakmuran, tapi luka-luka ekologis yang tak mudah disembuhkan. Jangan biarkan tambang hanya meninggalkan lubang—baik secara fisik maupun sosial,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa situasi ini bukan hanya soal lingkungan hidup, tapi juga keadilan sosial. Masyarakat lokal yang tidak menikmati hasil tambang justru menjadi pihak paling terdampak oleh kerusakannya.
“Sudah cukup kita jadi penonton di atas tanah sendiri. Negara dan daerah harus hadir lebih tegas. Kita bukan anti-tambang, tapi anti ketidakadilan ekologis yang terus-menerus dibiarkan,” pungkasnya. (Adv/Rk/Le).
Posting Komentar