Yenni Eviliana: Jalan Tambang Kolektif Harus Diatur Serius, Jangan Tunggu Korban Bertambah

Teks foto : Wakil Ketua DPRD Kaltim, Yenni Eviliana (istimewa).


SAMARINDA – Wakil Ketua DPRD Kalimantan Timur, Yenni Eviliana, mendesak percepatan lahirnya regulasi penggunaan jalan tambang bersama di Kabupaten Paser. Menurutnya, kegagalan merespons situasi ini secara tegas dan sistematis akan memperbesar risiko kecelakaan, memperkeruh konflik sosial, serta mengganggu stabilitas ekonomi warga.


“Ini bukan sekadar soal teknis jalan. Sudah ada korban jiwa, termasuk guru. Kita tidak bisa lagi tunda pembahasan regulasi jalan tambang kolektif,” kata Yenni, Rabu (18/6/2025).


Yenni menyoroti jalur hauling batu bara yang saat ini masih memanfaatkan jalan umum di wilayah Muara Komam, terutama di Desa Muara Langon dan Muara Kate. Karakter jalan yang sempit, curam, dan berkelok tajam membuat lalu lintas truk tambang menjadi ancaman harian bagi warga sipil.


“Fakta di lapangan sudah cukup jadi alarm. Jalan itu bukan untuk hauling, tapi dipaksakan. Ini saatnya kita beri payung hukum yang adil untuk semua pihak,” tegas legislator dari daerah pemilihan Paser dan Penajam Paser Utara ini.


Yenni menyambut positif sinyal pemerintah pusat untuk turun tangan, terutama pasca kunjungan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka ke lokasi. Salah satu tuntutan warga adalah agar jalan tambang milik perusahaan besar dibuka untuk akses bersama oleh pelaku usaha lainnya.


“Kalau semua pihak sepakat pakai jalan yang sama dan dikelola dengan mekanisme yang adil, konflik bisa ditekan. Tapi syaratnya, harus diatur secara legal, jangan asal izinkan,” ujarnya.


Lebih lanjut, Yenni juga menyoroti aspek sosial dari penggunaan jalan hauling, khususnya terhadap nasib sopir angkutan tambang. Ia menyebut ribuan pekerja menggantungkan hidup dari kelancaran jalur distribusi tambang. Setiap kebijakan yang tidak matang bisa berdampak langsung ke dapur keluarga mereka.


“Demo itu bukan semata karena protes warga. Sopir-sopir juga turun karena takut kehilangan mata pencaharian. Ini isu perut, bukan cuma lalu lintas,” tandasnya.


Ia menekankan pentingnya kehadiran pemerintah daerah sebagai mediator aktif dalam menjembatani kepentingan warga, perusahaan, dan pekerja. Tanpa peran negara yang adil dan proaktif, ia khawatir situasi lapangan akan terus memanas.


“Kalau dibiarkan, jalanan jadi medan konflik. Kalau diatur, jalanan bisa jadi simbol kolaborasi. Ini soal political will pemerintah,” pungkas Yenni. (Adv/Rk/Le).


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama