Teks foto: Sekretaris Komisi IV DPRD Kaltim, Darlis Pattalongi (istimewa).
SAMARINDA - Penurunan cakupan Universal Health Coverage (UHC) di Kalimantan Timur, termasuk Kota Samarinda, memantik kekhawatiran serius dari DPRD Kaltim. Di balik penurunan itu, DPRD menemukan adanya persoalan akut pada sistem pendataan yang kini beralih dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) ke Data Sosial Ekonomi Nasional (DT-SEN).
Sekretaris Komisi IV DPRD Kaltim, Darlis Pattalongi, menilai kekacauan data tersebut bukan hanya mengancam akses kesehatan masyarakat rentan, tetapi juga berpotensi membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) secara signifikan.
“Kalau data tidak cepat disesuaikan, maka peserta JKN dari kalangan miskin bisa terhapus. Ketika pusat mencabut bantuan, daerah yang harus menanggung. Ini bom waktu bagi fiskal daerah,” tegas Darlis, Rabu (2/7/2025).
Ia menambahkan bahwa evaluasi data penerima harus segera dilakukan secara lintas sektor. Menurutnya, koordinasi antara Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, dan BPJS Kesehatan harus dipercepat agar tidak terjadi kekosongan perlindungan bagi warga miskin.
“Masalahnya bukan di komitmen, tapi di sinkronisasi. Jangan sampai gara-gara ganti sistem, ribuan warga kehilangan jaminan kesehatan. Ini soal kebutuhan dasar, bukan sekadar teknis,” tegasnya.
Kepala Dinas Kesehatan Kaltim, Jaya Mualimin, mengakui adanya penurunan UHC, namun menilai hal itu lebih disebabkan oleh proses transisi sistem data. Ia menyatakan pihaknya telah berupaya melakukan pendataan ulang dan membuka komunikasi intensif dengan BPJS dan Kementerian Sosial.
Namun, DPRD mengingatkan agar pemerintah daerah tidak menggantungkan nasib warga pada program alternatif seperti GratisPol atau Jospol semata.
“Program sektoral itu bagus, tapi tidak bisa jadi solusi jangka panjang. Tanpa perbaikan data makro, kita hanya menambal kebocoran dengan kain kecil,” ujar Darlis.
DPRD Kaltim menegaskan komitmennya untuk terus mengawal isu ini. Komisi IV akan menjadikan persoalan validasi data UHC sebagai agenda prioritas pengawasan, mengingat dampaknya yang sangat langsung terhadap masyarakat dan keuangan daerah.
“Kalau ini dibiarkan, kita tidak hanya bicara soal anggaran, tapi juga nyawa warga yang kehilangan akses layanan dasar. Tidak boleh ada toleransi dalam hal ini,” tutupnya. (Adv/rk/le)
Posting Komentar