Ketika Bioskop Datang ke Tengah Danau, Muara Enggelam Punya Cerita



Di Muara Enggelam, hidup sehari-hari bukan tentang bergegas.
Tidak ada suara mesin mobil. Tidak ada hiruk pikuk mal. Yang ada hanya deru air dan desir angin di tengah Danau Melintang.


Selama ini, hiburan warga hanyalah televisi—itu pun kalau listrik tak padam. Malam 22 Juli lalu, sesuatu yang tak biasa hadir di dermaga desa ini. Sebuah perahu besar, membawa layar putih. Malam itu, danau menjelma menjadi bioskop.


Ratusan orang berbondong-bondong. Anak-anak berlari, orang tua duduk di tikar. Wajah mereka sumringah. Film diputar. Dan yang lebih mengejutkan: beberapa pemerannya adalah orang-orang desa sendiri. Anak-anak mereka.


“Ini baru pertama kali kami rasakan. Gratis. Ada rasa bangga, karena yang main film ya warga kita sendiri,” kata Mansyah, salah satu penonton.


Kepala Desa, Madi, tersenyum puas. Ia tahu, ini bukan sekadar tontonan. Ada pesan emosional di balik layar itu. Tentang identitas. Tentang kebanggaan.


Bioskop terapung itu datang sebagai bagian dari program Komunitas Layar Mahakam. Mereka ingin membawa suara hulu ke hilir. Bahwa orang desa pun bisa bercerita. Bisa berkarya.


Dan malam itu, di tengah gelapnya danau, Muara Enggelam belajar satu hal: hiburan bukan hanya milik kota. Hiburan juga bisa lahir di tepian danau, dari tangan mereka sendiri. (Adv/Di/Le).


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama