Bontang-Kutim Masih Berseteru Soal Tapal Batas Sidrap, Mediasi Buntu


BELUM FINAL: Bupati Kutim Ardiasyah dalam pertemuan Pemkot Bontang dan Pemkab Kutim yang digelar di Jakarta, Kamis (31/7), belum menghasilkan kesepakatan final soal status Kampung Sidrap. (Ist).


Jakarta, Prediksi.co.id – Polemik tapal batas antara Kota Bontang dan Kabupaten Kutai Timur (Kutim) kembali memanas. Meski telah difasilitasi langsung oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur dan digelar secara resmi di Gedung Badan Penghubung Kaltim di Jakarta, Kamis (31/7), mediasi untuk menyelesaikan status administratif Kampung Sidrap belum menemukan titik terang.


Mediasi ini digelar sebagai tindak lanjut dari putusan sela Mahkamah Konstitusi (MK), yang memberikan mandat kepada Gubernur Kalimantan Timur untuk memfasilitasi penyelesaian perkara ini. Dalam pertemuan tersebut, hadir pimpinan eksekutif dan legislatif dari kedua wilayah, serta langsung dipimpin Gubernur Kaltim Rudy Mas'ud.


Hasil mediasi melahirkan empat poin keputusan:


  1. Pemkot Bontang secara resmi mengajukan agar Dusun Sidrap seluas 164 hektare masuk dalam wilayah administratif Kota Bontang.

  2. Pemkab dan DPRD Kutim secara tegas menolak usulan tersebut.

  3. Tim dari Pemprov Kaltim akan melakukan survei langsung ke Kampung Sidrap.

  4. Hasil dari kunjungan lapangan akan dilaporkan ke Mahkamah Konstitusi untuk menjadi bahan pertimbangan lanjutan.


Namun demikian, sikap Pemkab Kutim tetap bergeming. Bupati Kutim Ardiansyah Sulaiman menegaskan bahwa secara legal formal, wilayah Kampung Sidrap masuk dalam yurisdiksi Kutai Timur dan telah dibuktikan dengan Permendagri Nomor 25 Tahun 2005.


“Kutim bertanggung jawab penuh atas wilayah administratifnya. Persoalan ini sebenarnya sudah melalui proses panjang sejak tahun 2000. Bahkan sejak 2005, dasar hukum kita sudah sangat kuat,” ujar Ardiansyah.


Meski luas wilayah yang disengketakan hanya sekitar 164 hektare, Ardiansyah menegaskan bahwa Kutim tidak akan melepaskan sejengkal pun. Menurutnya, kepemilikan wilayah tidak bisa digeser hanya karena aktivitas usaha dan pelayanan publik.


“Kami tidak hanya mempertahankan wilayah, tapi juga aktif membangun dan melayani warga Sidrap,” tegasnya.


Di tengah tarik-ulur administratif antar dua daerah, suara warga Kampung Sidrap justru menjadi poin penting yang mencuat dalam mediasi. Sebanyak 2.297 warga Kampung Sidrap, Desa Martadinata, Kecamatan Teluk Pandan, Kutim, diketahui memiliki KTP Kota Bontang dan lebih memilih untuk menjadi bagian dari Bontang.


Menurut penuturan warga, sejak sebelum pemekaran Kutim dan Bontang pada tahun 1999, Kampung Sidrap secara historis telah menjadi bagian dari Bontang. Tak hanya itu, alasan mereka pun sangat rasional: akses terhadap layanan kesehatan dan pendidikan di Bontang lebih mudah dan dekat.


“Sudah jelas kami pilih Bontang. Semua serba dekat. Buat apa di Kutim kalau harus ke mana-mana serba jauh,” ujar Suaji, warga RT 23 Kelurahan Guntung, yang telah menetap di Sidrap selama 25 tahun.


Banyak warga Kampung Sidrap menyampaikan bahwa fasilitas seperti puskesmas, sekolah dasar dan menengah yang dikelola Pemkot Bontang jauh lebih mudah dijangkau dibandingkan milik Pemkab Kutim. Bahkan, SMP terdekat dari wilayah itu berjarak 10 kilometer.


Wali Kota Bontang, Neni Moerniaeni, berharap agar aspirasi warga dapat menjadi bahan pertimbangan dalam mediasi selanjutnya. Ia menekankan pentingnya pendekatan pelayanan publik sebagai dasar pertimbangan, bukan sekadar peta batas.


“Bukan perkara menang atau kalah. Ini soal pelayanan publik,” tegas Neni.


Sementara itu, warga berharap persoalan ini bisa segera tuntas dan tidak berlarut-larut. Kejelasan administrasi akan menentukan banyak aspek kehidupan mereka, mulai dari pendidikan anak hingga hak-hak layanan dasar. (Di/Le).



#TapalBatasSidrap #KampungSidrap #BontangVsKutim #SengketaWilayahKaltim #BeritaKaltim #BeritaBontang #BeritaKutim #SidrapPilihBontang #PemekaranWilayah #MahkamahKonstitusi #BeritaTerkini


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama